Guru di Bimtek Wakil Wali Kota Serang untuk Anti-Wartawan, Peluang Penyelewengan dan Mutu Pendidikan Kota Serang Dipertanyakan
SERANG, Kilometer78.Com – Sebuah insiden yang menyiratkan prioritas kepemimpinan di Kota Serang memicu sorotan tajam. Alih-alih berfokus pada peningkatan mutu pendidikan, para kepala sekolah di Kota Serang justru dikumpulkan untuk sebuah bimbingan teknis (bimtek) yang mengajarkan strategi menghadapi wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Ironisnya, instruksi tersebut datang langsung dari Wakil Wali Kota Serang, Agis. Peristiwa ini terekam pada Sabtu (7/6/2025), ketika Wakil Wali Kota Serang Agis memberikan arahan kepada para guru dalam sebuah Bimtek di salah satu hotel berbintang di Kota Serang.
Dalam paparannya, Agis secara eksplisit menyatakan, “Katakan diteror sama wartawan, oknum LSM. Jadi bapak ibu sekalian nggak usah lagi ke mana-mana, nanti kita siapkan ada bagian hukum juga,” ujarnya di hadapan para guru.
Pernyataan ini sontak menimbulkan pertanyaan besar mengenai visi kepemimpinan daerah. Wartawan dan LSM, yang dijamin konstitusi sebagai mitra kontrol sosial, seolah diposisikan sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan “pertahanan” hukum.
Meski demikian, narasi ini jauh dari semangat transparansi dan akuntabilitas yang seharusnya menjadi landasan pemerintahan yang baik.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik, Rudi, menyayangkan arah kebijakan tersebut. “Ketika kepala sekolah diajari cara ‘menangkal’ wartawan dan LSM, bukan bagaimana meningkatkan prestasi siswa atau mengelola anggaran sekolah secara efektif, ini menunjukkan ada prioritas yang sangat keliru. Ini bukan lagi soal program, ini adalah sinyal ketakutan akan pengawasan,” ujar Rudi Jangkung saat dihubungi Detikflash.com pada Minggu (10/06/2025).
Menurutnya, kekhawatiran akan pengawasan justru mengindikasikan potensi ketidaksiapan dalam menghadapi kritik konstruktif. Padahal, peran pers dan organisasi masyarakat sipil sangat vital dalam mendorong pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
“Insiden ini bukan hanya mencoreng semangat kemitraan antara pemerintah dan masyarakat, tetapi juga mengalihkan fokus dari tantangan sesungguhnya di dunia pendidikan,” imbuhnya.
Kata dia, alokasi waktu, tenaga, dan anggaran untuk bimtek semacam ini seharusnya diprioritaskan untuk inovasi pembelajaran, peningkatan kompetensi guru, atau perbaikan sarana prasarana sekolah.
“Apakah ketakutan akan pengawasan kontrol sosial lebih mendesak daripada upaya nyata memajukan mutu pendidikan? Jika pejabat daerah enggan dikritik, pertanyaan besar muncul, apa yang sebenarnya ingin mereka sembunyikan dari publik,” tandasnya. (*/red)
Posting Komentar